O'Saha si Pedis dari Tolaki

"O'saha" dalam bahasa Tolaki yang berarti Cabai. Cabai yang satu ini unik banget ada pepatah yang megatakan bahwa kecil-kecil cabai rawit. Nah, pernyataan pepatah ini ga salah, secara morfologi memang cabai yang satu ini tidak terlihat seperti cabai pada umumnya. Ukurannya yang super kecil lebih mirip dengan keluarga berry2an tapi, walaupun kecil... Pedis (pedas dalam bahasa Tolaki) ehh maksudnya pedasnya bukan main.. Kalo menurut aku o'saha ini pedasnya 3x lipat dari rawit yang biasa kita makan di abang2 gorengan. Kalo di iden sih.. mungkin ini masih dalam jenis Capsicum annum namun termasuk dalam varietas yang berbeda dari rawit yang ada di pasaran. Beruntungnya aku bisa nyobain O'saha/saha ini hehe.. eitss ga cuma makan saha nya aja kok. Saat kami tiba di desa Ulu Nese, Konawe Selatan, kami di sambut baik oleh Pak La Tie dan keluarga. Pak La Tie/Om Tie beliau merupakan seorang Tolaki yang kini bekerja sebagai petani jambu mete. 
Dahulu Pak La Tie merupakan seorang polisi hutan BKSDA dan Rangers yang biasanya juga menemani para peneliti untuk menjelajah hutan di sekitar Tanjung Amolengo dan Tanjung Peropa. Saat di lapangan, Om Tie sangat handal dalam mengidentifikasi tanaman yang ada di dalam hutan. Selain Om Tie, tim kami juga di bantu oleh Pak Sahidin, beliau merupakan Kepala Resort Tanjung Moramo Pak Sahidin juga memiliki banyak pengalaman dalam menjelajah hutan. Dan tentunya tim kami sangat merasa terbantu dengan adanya Om Tie dan Pak Sahidin hehehe.. Oiyaa.. Ceritanya belum lanjut kenapa kita bisa makan O'saha jadi, saat hari pertama kami tiba di rumah Om Tie. 
Kami dijamu dengan berbagai makanan laut nah... kali ini menu nya adalah ikan pari, awalnya aku juga belum tau ikan yang aku makan ini apa dan setelah di kasih tau yang kita lagi makan itu adalah ikan pari. Kami sedikit kaget dan selanjutnya kita ga melanjutkan makan ikannya lagi, hanya nasi dengan kuah kuning hahahah kalian bisa bayangkan deh ekspresi terkejutnya aku gimana. Lalu sebelum sadar itu adalah ikan pari aku penasaran sama piring kecil di tengah2 hidangan yang berisi buah2 kecil gitu ga banyak paling cuma 5/6 butir. Awalnya aku kira ini leunca cuma lebih kecil gitu, kalian tau leunca kan? masih satu jenis sama terung-terungan. 
Om Tie bilang ini cabai dalam bahasa Tolaksi di sebut saha, karena aku lumayan suka pedes jadi aku gigit lah satu buletan itu karena aku pikir cabai sekecil itu ga mungkin rasanya melebihi rawit. Yappss.. ini lah yang dibilang don't judge book by the cover hahahah ternyata pedesnyaaa parahhhhh banget. Kalo skala scoville rawit biasa aja cuma 50.000 SHU menurut aku skala cabai O'saha ini mungkin bisa sampai 100.000 SHU. Ga salah kalo emang di hidangin cuma sedikit. Sedikit aja dihidangkan tidak ada yang makan, apalagi kalo dihidangkan banyak hahaha.. Bener-bener cabai terpedis yang pernah aku cobain. Penasaran gimana saha? Yuk lihat tampilannya.

Bener-bener ga ada miripnya sama rawit pada umumnya kan hahaha

Dan ini kebersamaan kami di hari pertama

Ini rumah bagian dalam Pak La Tie, rumah ini bersejarah banget loh karena sudah menampung banyak peneliti lokal maupun asing 

Sehabis makan aku diperlihatkan berbagai koleksi fosil Anoa yang pernah ditemukan Pak La Tie

Masih banyak yang ingin aku ceritakan lhoo.. hehe karena ini baru sepenggal cerita saat aku di Sulawesi. See You!!! :)





Komentar

Postingan Populer